Langsung ke konten utama

Postingan

Cuap-Cuap #2

Komunikasi sama orang lain itu penting. Seenggaknya, kita bisa tau kalo orang lain juga struggling sama kehidupannya. Seenggaknya, kita jadi enggak ngerasa kesusahan sendiri. "Oh, dia juga ngerasain hal yang sama kayak gue." "Ternyata, kehidupan dia juga enggak semudah keliatannya, ya." Semua orang struggling sama kehidupan. Kita paham, kita tau, tapi kalo kita enggak komunikasi, enggak ngobrol, kita enggak akan tau kalo orang-orang itu beneran struggling. Itu bukan cuma kalimat kosong yang enggak ada perwujudannya. Everyone are struggling too. Jadi, ya udah... take it easy. Cukup lakuin yang terbaik. Jangan kebanyakan pikiran. Lakuin yang harus dilakuin. Pikirin yang harus dipikirin. Hidup kamu itu masih panjang. Jangan dipake untuk mikir yang enggak-enggak. Kamu pasti bisa. You will get better. You will get better. You will get better. You did great. You did great. You did great. You will be stronger, step by step, day by day.

Cuap-Cuap #1

"Enggak kuat." "Kenapa sih gue harus milih ini?" "Kok sesusah ini, sih?" "Capek." "Mau berenti." Pernah punya pikiran kayak gitu? Enggak apa-apa, enggak apa-apa punya pikiran kayak gitu. Manusiawi. Kalo capek, ya istirahat. Sebisa mungkin jangan berenti. Kecuali kalo udah bener-bener enggak kuat. Batasan diri sendiri itu kita yang tahu. Mau orang bilang, "hang in there!" "you got this!" dan sepuluh ribu kalimat baik lainnya, kalo kita udah enggak ngerasa kuat, berenti itu boleh. Sebaliknya, mau orang bilang, "ya udah, berenti aja." "lakuin yang lain aja." dan seratus kalimat dukungan berenti lainnya, kalo kita masih kuat, ya jangan berenti. Satu-satunya orang yang berhak nentuin berenti atau enggak itu, adanya di cermin. Kalo udah waktunya mutusin, berdiri di depan cermin, tanya, "apa ini udah waktunya berenti?"

You, Yourself, is Enough

"You've done a good job." "You're great enough." "Thank you for your hard work." "Thank you for not giving up." Those sentences are so powerful. You'll cry a river when you hear that while you're having a hard time. Cause i did. I don't care who said that to me. Even when a stranger i met in train said it, it will feel so meaningful for me, at least when i'm having a tiring day. But, you know, it's kinda hard to hope people will say those things. The best thing you can do is stand in front of mirror and say, "You are enough."

Mau Ngeluh, Tapi Kok....

Akhir-akhir ini, sering kepikiran sama apa yang ada di judul. Mau ngeluh aja banyak banget pertimbangannya. Padahal, ngeluh itu manusiawi, biasa. Mau ngeluh, tapi nanti dijudge orang. Mau ngeluh, tapi malu ah, masih banyak yang bebannya lebih berat. Mau ngeluh, tapi nanti enggak ada yang peduli juga. Mau ngeluh, tapi nanti enggak ditanggepin. Terus, sampe tapi-tapi lainnya. Makin ke sini kita cenderung lebih peduli sama respons orang daripada sama perasaan sendiri. Padahal, ngeluh itu ya boleh. Mau update di sosial media isinya ngeluh 24/7 juga silakan. Yang perlu diinget itu, ngeluh bukan buat cari perhatian atau tanggepan orang lain. Menurut gue, ngeluh itu lebih ke ngelepas beban dari diri sendiri aja. Bukan untuk ditanggepin orang. Kita boleh ngeluh, tapi mereka yang baca atau dengerin keluhan kita juga boleh enggak peduli dan enggak nanggepin. *** These past days was so hard, but i know i'll make it. I hope i'll doing just fine. I hope you guys doing just fine, too.

I'm with You in Every Steps You Take

Setelah berhasil menyelesaikan satu permainan, dia memutuskan untuk memulai permainan baru. "Kayaknya ini lebih seru." "Keliatannya menantang." "It's gonna be exciting!" pikirnya. Baru di level pertama, dia mulai rindu permainan lamanya. "Yang lama lebih seru." "Yang lama lebih banyak orang." "Yang lama enggak sesusah ini." dan kalimat-kalimat sejenis sering kali keluar dari mulutnya. Tapi, mau apa? Permainannya sudah telanjur di- download.  There's no way out or turning back. Let's just finish this just like what you did in your previous game. Relax, i'm with you in every steps you take.

Pesan dari Seorang Teman

"Kalo gabut mah chat gue aja, kali." "Gimana, gimana? Cerita dong!" " Are you ok ?" "Lo kangen gue, ya?" Ting! Tanda pesan masuk. Perempuan itu menatap layar telepon genggamnya, membaca pesan, dan meninggalkannya tak berbalas. "Ah, basa-basi lagi," gumamnya. Layar telepon genggamnya masih menyala, menampilkan pesan dengan satu kata, kangen.

Sepi, Sunyi, Tidak Sendiri

"Enggak capek ngoceh terus? Kayaknya hidup kamu seneng terus, ya." "Apa aja yang keluar dari mulutmu selalu lucu, kenapa enggak jadi komedian aja?" Begitu, kata mereka. Mereka mana tahu kalau saat malam habis, air matanya pun habis. Mereka tidak perlu tahu bagaimana tersiksanya anak itu setiap malam tiba. Baginya, malam bisa jadi kejam. Anak itu tidak pernah menolak mendengarkan permasalahan orang lain. Lupa kalau dirinya sendiri pun sudah cukup bermasalah. Padahal, dalam hatinya pun, ia ingin bercerita sampai berderai air mata. Tapi tidak bisa, tidak ada lagi yang peduli dengan dunianya. Sebenarnya, dia juga tidak peduli dengan kehidupannya sendiri. Sudah sejak lama, kehidupannya berubah sepi. Dia sudah terbiasa dengan yang namanya sunyi. Sepi dan sunyi. Dua hal itu sudah akrab menggerogoti dirinya. Perlahan-lahan. Sedikit demi sedikit. Sampai tidak ada lagi yang dapat digerogoti karena dia sudah mati.