Langsung ke konten utama

Broers en Zussen voor Altijd


"Enggak akan ada yang berubah walaupun kakak-kakakmu udah nikah semua."

Begitu kata seorang temanku. Benar katanya. Tidak ada yang berubah, hanya rumah yang lebih sepi dan bertambahnya kamar-kamar kosong. Ingin rasanya aku jadikan rumah ini indekos. Sayangnya, letak rumahku tidak strategis. Jika dijadikan indekos pun, yang menyewa mungkin mahasiswa-mahasiswa yang mengincar harga murahkarena jauh dari kampusdan tukang pisang goreng di depan pasar langganan abangku. Ah, aku rindu kerenyahan pisang gorengnya.
Pernah dengar soal tidak ada yang abadi di dunia ini? Itu benar. Bahkan kakak dan adik yang mewarnai hidupmu pun tidak abadi. Saat waktunya nanti, mereka akan pergi, membangun keluarganya sendiri. Itu yang terjadi, dan semakin parah jika beda usia di antara kakak kalian hanya satu atau dua tahun. Mereka bisa saja pergi di tahun yang sama. Rasakan sendiri kalau kalian tidak percaya. Ah, bicara apa aku ini. Sudahlah, kalian dengarkan ceritaku saja kalau tidak ingin repot-repot mengadakan pernikahan untuk merasakannya.
Setiap pagi, setelah membuka mata—tak lupa membersihkan kotorannya—aku menjalani kehidupanku seperti selayaknya seorang mahasiswa. Bersiap pergi ke kampus tanpa peduli keadaan rumah yang sepi, seakan kehilangan kehidupannya. Sepinya keadaan rumah tidak sama dengan keadaan grup keluargaku di Whatsapp. Sepanjang hari, ada saja tautan-tautan yang bertebaran di grup itu. Mulai dari ibuku yang suka mengirim foto, berita politik, sampai artikel hoax, ayahku yang hobi mengirim lokasi terkininya, sampai dua pasang suami istri yang sibuk bertukar informasi harga popok. Aku? Ah, aku lebih suka menjawab seperlunya dan mengirim fotoku untuk menyemangati mereka menjalani kehidupan.
Siang berarti pulang. Walaupun rumahku sepi, aku lebih suka langsung pulang. Aku sangat jarang menghabiskan waktuku di kampus atau bermain dengan teman, apalagi pacar. Keadaan yang sering kutemukan saat sampai di rumah adalah gelap. Lampu ruang tengah dimatikan karena ibuku pecinta lingkungan. Tak perlu memberi salam di depan pintu, karena ibuku biasanya tidak mendengarnya. Aku harus menghampirinya di kamar baru memberi salam dan mencium tangannya, kemudian bertanya,
“Ibu, masak apa?”
Ibuku sering memasak. Masakannya tidak usah ditanya lagi, enak sekali! Namun, tidak jarang juga pertanyaan itu dijawab dengan,
“Enggak masak, go-food aja.”
Aku tetap senang.
Di sisa hari, aku akan lebih sibuk di kamar. Membaca novel, menonton youtube, mengisi blogku dengan beberapa postingan yang menurutku lumayan layak. Oh, tidak lupa juga main hape. Kadang, aku dan keponakanku berkomunikasi lewat panggilan video. Ah, jangan kalian bayangkan ia berusia tiga tahun. Anak itu, baru enam dan empat bulan usianya. Selama panggilan video, mereka lebih banyak mengacuhkan tantenya.
Aku tidak pernah setenang ini sebelumnya. Biasanya, aku tidak bisa tenang. Apapun yang kulakukan, akan selalu ada salah satu—atau semua—kakakku yang mengganggu. Mencium dan memelukku tanpa peduli usiaku sudah dua puluh. Kadang, ada rasa kehilangan saat aku bisa mengerjakan apapun dengan tenang tanpa gangguan. Dulu, aku selalu berharap bisa setenang ini. Namun sekarang, saat aku sudah mendapat ketenangan yang aku inginkan, mengapa rasanya biasa saja?

***
Huwaaa... huwaaa... huwaaa...
Ah, itu dia. Keponakanku bangun dari tidurnya, lain kali, aku akan ceritakan lagi cerita temanku, Onah. Iya, Onah. Siapa bilang ini cerita tentangku?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Thoughts on Birthday

Birthday should be one of the special day in a year. Not because of the present you will get, but for me, it's because of the prayer. Birthday is beautiful because of the people who celebrate your birthday come with all those good wishes. Have a long life, be happy, have a joyful birthday. Simple words, but i love it the most. Some people also add on extra beautiful words. Thank you for being born. Thank you for holdin on til now. Or even thank you for being my friend. Thank you for spending your life with me. I can't hold back my tears when i read all those words in my birthday greeting chats or letters. I'm so thankful. Receiving presents and foods on my birthday is indeed make me happy. But, a simple "happy birthday" is really enough. I'm so thankful even with that simple phrase. Birthday is not about gettin all those presents. It's also not about partying all night long in a 5 star hotel. It's about sincere prayer your families, your friends, or ev...

Basically, We are Alone.

Yap. Basically, we are alone. Most of us were born alone. At least, i was born alone. That's why i often feel like i spent most of my time alone. It's some kind of healing for me. I don't hate people, but sometimes, interacting with others drained my energy more than doing my assignments did. I don't hate people, but still, please let me be in my little bubble, where i feel the most comfortable. Before this covid things, i already love to stay in my room, scrolling down the timeline, reading a lot of books, or laying on my bed. Sometimes, i love to go out and hang out with my friends and family. After this covid happens, it got worse. Interacting with other people really make me tired. I might be go out for a day, chitchat with my friend for a day, but after that, i would definitely stay in my little bubble for a month to recharge my energy. I hate it when someone force me to visit someone house or to interact with other people. If i don't want to, then whyyy?! And ...

Pesan dari Seorang Teman

"Kalo gabut mah chat gue aja, kali." "Gimana, gimana? Cerita dong!" " Are you ok ?" "Lo kangen gue, ya?" Ting! Tanda pesan masuk. Perempuan itu menatap layar telepon genggamnya, membaca pesan, dan meninggalkannya tak berbalas. "Ah, basa-basi lagi," gumamnya. Layar telepon genggamnya masih menyala, menampilkan pesan dengan satu kata, kangen.