Langsung ke konten utama

Kuliah Jurusan Apa?

"Oohh.. udah kuliah? Di mana?"
"Di Depok, hehe."
"Di UI?"
"Iya."
"Wah... jurusan apa?"
"Sastra Indonesia."

Biasanya setelah itu, enggak ada lanjutannya lagi.  

Mungkin udah banyak banget tulisan serupa yang kesebar di internet, gue pun sering baca dan nge-like juga kadang-kadang karena gue ngalamin hal itu. Tulisan ini gue tulis karena lebaran baru aja lewat, dan banyak percakapan kayak di atas yang gue alami.

Gue anak sastra, Sastra Indonesia pula. Kalo kata beberapa orang mah, "Ngapain lo belajar bahasa Indonesia lagi?" biasanya gue ketawa doang, males aja nanggepinnya karena menurut gue, ada banyak topik menarik yang bisa kita obrolin selain pamer jurusan kuliah. Terutama kalo yang nanya itu temen yang udah lama enggak ketemu. Don't you miss me? Let's talk about our memories!

Banyak yang nanya ke gue, kenapa sih lo ngambil Sastra Indonesia? Kenapa enggak Sastra Inggris? Sastra Belanda? Rusia? Jawabannya ya... karena gue suka. Gue tertarik, dan orang tua gue membebaskan gue untuk ambil jurusan apa aja yang gue mau. Jadi, untuk apa gue ambil jurusan yang gue enggak suka?

Kadang, di jalan berangkat atau pulang kuliah, satu dua orang di kereta ada aja yang ngajak ngobrol gue, dan karena gue suka, ya gue tanggepin aja obrolan mereka. Pernah suatu hari, ada bapak-bapak gitu, mungkin umurnya sekitar 50, beliau duduk di sebelah gue. Awalnya si bapak ini enggak ngajak ngobrol gue, terus tiba-tiba beliau mulai buka obrolan.

"Pulang kuliah mbak?"
"Ah, iya pak."
"Ambil jurusan apa?"
"Sastra Indonesia, pak."
"Oh... mau jadi dosen?"

Dalem hati gue berseru, berteriak, menyuarakan apa yang kurang pantas dikatakan di depan orang yang lebih tua.
"Begini pak, saya mau jadi apa aja pak yang saya mau. Saya mau jadi ibu, saya mau jadi editor, saya mau jadi penulis, saya mau kerja di kementerian pariwisata, saya mau jadi Miss Indonesia kalo bisa Miss World sekalian pak." 

Enggak, gue enggak jawab gitu ke bapaknya. Gue cuma jawab:
"Enggak, pak. Saya mau kuliah."
Terus si bapak cuma ketawa kecil dan enggak membalas ucapan gue.



***
Ngomong-ngomong, enggak berasa udah satu tahun gue jadi anak kuliahan, udah setahun gue di Sastra Indonesia - yang ternyata enggak segampang yang gue pikirin waktu itu. Gue pikir gue enggak akan ketemu gambar-gambar penampang, ternyata gue masih ketemu sama penampang alat ucap walaupun gue belajar sastra. Dulu, gue kira anak sastra kerjaannya cuma baca novel, nulis puisi, nonton drama, main teater. Ternyata lebih seru dari cuma itu-itu aja.

Perubahan apa yang Sastra Indonesia udah perbuat ke lo, Fi?
Sejak gue kuliah sastra, gue jadi lebih peka sama kesalahan orang nulis 'disapu' sama 'di depan' walaupun kadang gue juga masih suka salah sih wakakaka. Sastra Indonesia menambah bacaan gue yang dulu cuma bukunya Esti Kinasih, dkk. jadi baca bukunya Ratna Sarumpaet, Eka Kurniawan, Leila S. Chudori, dkk. Sebelum kuliah sastra, gue enggak tertarik baca buku-buku mereka, yang gue beli ya itu-itu lagi, dia-dia lagi, ternyata setelah gue baca buku-buku yang dulu menurut gue "Ah, pasti bahasanya susah" gue kayak nemu harta karun, banyak banget cerita bagusnya omaygat. Terima kasih, sastra.


Tapi, enggak semua orang nganggep sastra kurang 'penting' untuk dipelajarin. Waktu itu gue pernah pulang kuliah dari stasiun naik ojek online. Terus, di jalan, gue dan si abang ini terlibat percakapan, kurang lebih begini:

"Neng pulang kuliah?"
"Iya bang."
"Di mana kuliahnya?"
"Di Depok, bang."
"Ohh... jurusan apa? Ilmu politik?"
"Enggak bang, saya ngambil Sastra Indonesia."
"Kenapa enggak ngambil politik neng? Atau hukum? Atau Ekonomi?"
Gue ketawa, kecil, banget.
"Enggak bang, ahlinya udah banyak. Sastra yang masih dikit."
Terus, gue kaget sama jawaban abangnya. Gue tebelin sama garis bawah nih biar keliatan:
"Oh iya bener juga sih, neng. Orang jaman sekarang banyak yang pada sibuk berebut jabatan, sampe lupa kalo bahasa sama budaya kita juga perlu diurusin. Neng udah semester berapa?"
Gue sempet diem beberapa detik sebelum akhirnya gue jawab.
"Baru semester dua bang, baru masuk saya, belom tau apa-apa."
Dan abangnya dengan baik hati mendoakan gue sukses terus biar bisa 'jagain' bahasa dan budaya Indonesia. Terharuuu:') Sukses terus juga ya, abang yang saya lupa namanya. Semoga selalu bahagia!

Setelah hari itu, bahkan berhari-hari setelah itu, gue kayak dapet semangat tambahan buat kuliah. Karena entah kenapa, kalimat si abang itu membekas banget di gue dan bikin gue kayak "Indonesia butuh lo. Negara bukan cuma tentang hukum, politik, ekonomi. Ayo semangat!"

Hari itu gue belajar, kalo setiap kalimat yang keluar dari mulut setiap orang itu punya kekuatan ajaibnya masing-masing, dan inspirasi enggak selalu dateng dari orang-orang berdasi atau yang tampil di televisi. Be kind, always.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Thoughts on Birthday

Birthday should be one of the special day in a year. Not because of the present you will get, but for me, it's because of the prayer. Birthday is beautiful because of the people who celebrate your birthday come with all those good wishes. Have a long life, be happy, have a joyful birthday. Simple words, but i love it the most. Some people also add on extra beautiful words. Thank you for being born. Thank you for holdin on til now. Or even thank you for being my friend. Thank you for spending your life with me. I can't hold back my tears when i read all those words in my birthday greeting chats or letters. I'm so thankful. Receiving presents and foods on my birthday is indeed make me happy. But, a simple "happy birthday" is really enough. I'm so thankful even with that simple phrase. Birthday is not about gettin all those presents. It's also not about partying all night long in a 5 star hotel. It's about sincere prayer your families, your friends, or ev...

Basically, We are Alone.

Yap. Basically, we are alone. Most of us were born alone. At least, i was born alone. That's why i often feel like i spent most of my time alone. It's some kind of healing for me. I don't hate people, but sometimes, interacting with others drained my energy more than doing my assignments did. I don't hate people, but still, please let me be in my little bubble, where i feel the most comfortable. Before this covid things, i already love to stay in my room, scrolling down the timeline, reading a lot of books, or laying on my bed. Sometimes, i love to go out and hang out with my friends and family. After this covid happens, it got worse. Interacting with other people really make me tired. I might be go out for a day, chitchat with my friend for a day, but after that, i would definitely stay in my little bubble for a month to recharge my energy. I hate it when someone force me to visit someone house or to interact with other people. If i don't want to, then whyyy?! And ...

Pesan dari Seorang Teman

"Kalo gabut mah chat gue aja, kali." "Gimana, gimana? Cerita dong!" " Are you ok ?" "Lo kangen gue, ya?" Ting! Tanda pesan masuk. Perempuan itu menatap layar telepon genggamnya, membaca pesan, dan meninggalkannya tak berbalas. "Ah, basa-basi lagi," gumamnya. Layar telepon genggamnya masih menyala, menampilkan pesan dengan satu kata, kangen.