Attention! This post contain cheesy things.
Gimana mulainya ya...
Gini...
Ini susah banget susaaaahhh banget nulisnya...
Ayo mulai.
Enggak akan ada orang yang enggak sedih ditinggal orang yang biasanya ada. Enggak akan ada adik yang enggak sedih ditinggal kakaknya. Enggak akan ada adik yang enggak sedih kakaknya diambil orang. Bohong kalo saya bilang saya enggak sedih kakak saya nikah. I was - a little bit - sad. Walaupun saya juga tahu rasa seneng yang saya rasain jauh jauh jauh lebih banyak dari sedihnya.
Ketika kakak-kakak saya membangun kehidupannya masing-masing, saya tahu semua hal enggak akan sama lagi. Semua waktu yang kita pernah lewatin bareng-bareng enggak akan seasik dulu lagi, waktu yang kita punya bareng-bareng enggak akan sebanyak dulu. I was really really sad to think about it. Di saat yang bersamaan, saya pikir saya akan mengerjakan tugas-tugas saya tanpa gangguan dari kakak-kakak saya karena mereka - sudah, pasti, akan - pergi. Tapi, delapan belas tahun saya hidup bersama kakak-kakak saya di rumah, delapan belas tahun saya main sama mereka sampe rasanya enggak ada tempat terenak selain di rumah, dan cepat atau lambat saya harus jadi anak tunggal.
Kakak-kakak saya nyebelin. Asli. Enggak bohong. Sungguhan. Mereka senyebelin itu. Kakak-kakak saya bukan brother atau sister goals. Saya dan kakak-kakak saya juga bukan siblings goals. Kalo ada yang pernah liat foto saya sama kakak-kakak saya pelukan di instagram, itu dusta, kita enggak sedeket itu, tapi kita jauh lebih deket dari itu. Kakak saya empat, dan enggak tahu kenapa empat-empatnya nyebelin. Semuanya masih suka nempel-nempel, meluk-meluk, cium-cium saya yang udah hampir sembilan belas tahun ini. Saya suka enggak? Suka, kalo lagi enggak bete. Masalahnya, mereka tetep nempel, peluk, cium saya gimana pun perasaan saya waktu itu. Mereka akan selalu memperlakukan saya seperti anak kecil.
Kesel enggak sih, Fi? Kesel, tapi saya tetep sayang sama mereka. Selalu.
Perkara kehilangan. Untungnya menikah bukan hanya tentang perkara kehilangan, tapi juga mendapatkan. Saat kakak saya membangun hidupnya sendiri dengan orang yang mereka percaya mampu melengkapi mereka, itu artinya saya akan mendapat sosok baru, orang lain yang saya bisa anggap sebagai kakak juga. Orang lain yang akan memberi saya keponakan yang lucu-lucu, donat-donat yang tidak habis digigit, boneka hidup yang bisa dimainkan setiap hari.
Saat mereka membangun kehidupannya sendiri nanti, mungkin waktu yang kita habiskan bersama tidak seasik dulu, tapi saya yakin waktu yang akan kita habiskan bersama nanti akan jauh lebih menyenangkan, jauh lebih ramai. Memang tidak akan sama lagi, tapi pasti akan jauh lebih baik.
Teruntuk orang-orang yang saya harap tidak membaca tulisan ini,
Teruntuk yang sudah membangun hidup sendiri dan akan segera pergi,
Terima kasih karena selalu ada, terima kasih karena membuat hidup saya seperti tidak ada masalah selama saya punya kalian. Terima kasih karena selalu siap sedia mendengarkan cerita yang sama berkali-kali. Terima kasih telah menyayangi, saat semesta seakan memusuhi. Segala harapan dan doa terbaik dariku selalu bersama kalian, di mana pun, dan kapan pun, semoga kebahagiaan selalu bersama kalian.
Senang menjadi orang terpilih yang terlahir sebagai adik kalian.
Salam manis,
Firda.
Komentar
Posting Komentar