Langsung ke konten utama

Untitled (4/4 Ending)


Aku melirik jam tanganku, sudah satu setengah jam aku ada di rumah Allura tanpa pembicaraan.

“Lur, gue pulang ya?” ucapku membuka pembicaraan. Allura menghapus sisa air matanya dan mengangguk kecil.

“Iya Ver, makasih ya.” Aku mengangguk dan beranjak keluar dari rumah Allura.

“Lo ati-ati di rumah sendirian.” Sahutku sambil memakai helm.

“Sip. Ati-ati di jalan ya Ver!” Aku mengangguk dan menyalakan mesin motorku. Ketika aku berlalu dari rumah Allura, aku bisa melihat gadis itu melambaikan tangannya padaku. Terus kenapa deh?

***
Minggu pagi yang indah. Matahari mulai terlihat di ufuk timur ketika aku tengah bersiap untuk latihan di lapangan basket sekolah. Ibu masih sibuk menyirami tanaman-tanamannya sedangkan ayah sibuk membaca koran dan menyeruput kopinya.

“Very!” seru ibu. Aku mengangkat satu alisku. “Ada tamu nih!” sambungnya. Samar-samar, aku mendengar ibu berbicara dengan seseorang dan suara gerbang rumah dibuka. Aku berlari kecil keluar rumah.

“Oh… Allura. Kirain siapa kek gitu. Mau ngapain lo?” ucapku ketika melihat siapa tamu yang datang pagi-pagi gini. Ketika menyadari kalau Allura udah enggak sama Ferdi, gue menepuk jidat. “Gue lupa lo udah enggak sama Ferdi! Terus, lo mau ngapain?” Allura berdecak. Ayah yang melihat dari kejauhan hanya menggeleng pelan.

“Ehe… ada om. Assalamualaikum om….” ucap Allura sambil menerobos masuk ke dalam rumah dan mencium tangan ayah.

“Lur… mau ikut Avery latihan basket ya?” tanya ayah. Allura mengangguk dan tertawa kecil.

“Ehehe… iya om. Tuh Ver, ayah lo aja tau kalo gue mau ikut latihan basket! Ah, ga peka lo mah!” Aku berdecak dan meraih tasku yang tergeletak di sofa.

“Yah, aku berangkat…,” ucapku sambil mencium tangan ayah. “Assalamualaikum!” sambungku.

“Waalaikumsalam….” balas ayah. Aku berlalu keluar rumah dan berpamitan dengan ibu. “Ver… Allura nya ditungguin dong!” seru ayah dari dalam rumah.

“Bu, liat tuh ayah… kayak Allura aja anaknya.” ucapku pada ibu. Ibu hanya tertawa dan mengacak rambutku.

“Kamu jalan?” tanya ibu.

“Lah… biasanya juga jalan. Ya kan, Lur?” Allura mengangguk mantap.

“Oh yaudah… hati-hati, jagain Allura nya ya!” pesan ibu. Aku menghela nafas. Ayah sama ibu enggak ada bedanya.

***
“Eh Ver, lo enggak mikir gue ikut lo gara-gara gue udahan sama Ferdi kan?” tanya Allura.

“…,”

“Ver…? Enggak kan??”

“Enggak kok.” jawabku sambil menghela nafas panjang.

Aku berlari kecil meninggalkan Allura ketika Inggar menyuruhku untuk cepat menghampirinya. Ada apa lagi??

“Ver! Ferdi keluar dari klub.” Aku melongo tidak percaya.

“Serius?? Tapi kita enggak kekurangan orang kan buat tanding nanti??” tanggapku. Inggar menghela nafas dan mengangkat bahu. Aku mengalihkan pandanganku pada Dewa yang sedang memegang selembar kertas sambil mengacak rambutnya.

“Ada apa sih, Ver, Gar?” tanya Allura.

“Mantan lo ngundurin diri dari klub tuh. Kenapa dia??” sahut Inggar. Allura menatap Inggar sebal.

“Mana gue tahu dan mana gue peduli sama dia? Hih.” Inggar tertawa kecil dan mengacak rambut Allura. Aku menelan ludah… Inggar….

“Gar, lo ngapain megang-megang rambutnya Allura??” tanyaku. Inggar hanya nyengir dan berlalu menghampiri Dewa.

***
“Ferdi keluar, kita emang enggak kekurangan pemain, tapi lo tau kan Ver kalo Ferdi itu maennya jago? Gue rada takut buat tanding.” ucap Dewa sambil meneguk air mineralnya. Aku menghela nafas panjang. Masa iya cuma gara-gara orang kayak Ferdi tandingnya jadi batal? Gila, kali.

“Gue tau. Kita masih punya waktu yang cukup buat latihan, Wa. Jangan mundur….” tanggapku sambil menepuk pundaknya. “Gue balik duluan.” sambungku.

Oke, ku akui, Ferdi emang jago main basket, tapi kalo dia yang mutusin mundur… aku bisa apa??? Lagian kenapa sih Ferdi malah mundur pas mau tanding? Ish. Kalo ini masih nyangkut tentang putusnya Allura dan Ferdi, jenis kelamin Ferdi patut dipertanyakan. Gila kali mundur cuma gara-gara putus sama cewek.

“Ver…!” Aku tersadar dari lamunanku. “Ngelamunin apa??” tanya Allura yang tengah memangku gitarku. Aku menghela nafas, pandanganku menyapu halaman rumah.

“Enggak. Udah sini ah gitarnya! Gak suka banget gue liat lo maen gitar, serius.” jawabku sambil merampas gitar dari pangkuan Allura. Enggak suka karena Allura bisa main gitar cuma setingkat lebih rendah dari kemampuanku dan itu membuat Allura selalu beralasan “Gue kan bisa maen gitar sendiri” setiap kali aku ingin memainkan lagu untuknya.

As always. Gak pernah mau ngalah sama cewek. Avery… Avery…. Gue pulang dulu deh ya Ver, udah sore.” Allura bangkit dan berlalu pergi.

“Eh… Lur!” Allura menoleh dan mengangkat alisnya. “Mau gue anter enggak??” tanyaku. Allura tersenyum lebar dan berlari kecil menghampiriku.

“Mau!” Aku bangkit dan memakai sendalku.

“Ayo aku anter. Kita jalan kaki, sekalian jalan-jalan sore. Hehe.” Allura tersenyum kecut dan meninju lenganku pelan.

“Ayo deh…!”

***
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, hari pertandingan. Aku, Inggar, Dewa dan semua anggota tim sudah bersiap di GOR. Riuh-rendah suara pendukung masing-masing sekolah mulai terdengar rusuh.

“Lur, lo duduk di tempat pemain cadangan aja, deh! Gak ngebayang kalo lo duduk di bangku suporter… jadi apa lo sama Abel dkk….” ucap Dewa sambil menyenggol lengan Allura. Menyenggol, tapi biar gimana juga senggolan itu berhasil membuat Allura bergerak beberapa langkah ke arah kanan. Jelas-jelas badan Dewa jauh lebih ‘gede’ daripada Allura.

“Ish, enggak ah! Gue duduk di bangku suporter aja, deh. Abel dkk urusan kecil.” tolak Allura. Ini anak emang keras kepala, pulang jadi dendeng baru tahu rasa. Sejak Abel ngerusak hubungan Allura – Ferdi, Abel dkk jadi makin sebel sama Allura karena dia dibilang tukang nyebar fitnah. Hem.

“Ver, dia jadi urusan lo. Bilangin tuh!”

“Laahh… Wa…,” Terlambat. Dewa sudah berlalu pergi menghampiri Aji. “Lur, lo… duduk disini aja. Plis, nurut sama gue kali iniiiiii aja! Gue gamau lo kenapa-napa….”ucapku sambil menduduk paksakan Allura di bangku pemain cadangan. “Aryo, gue nitip dia ya, jangan sampe lecet!” seruku pada Aryo. Aryo hanya mengacungkan jempol dan menggeser tempat duduknya.

“Oke… I’ll stay here. Janji sama gue, lo gak bakal dapet cedera yang berarti pas maen nanti, ya?” Aku menelan ludah. Allura….

“Bawel.” sahutku pendek sambil berlalu meninggalkan Allura. Dari kejauhan, aku bisa mendengar Allura berdecak.

***
Aku meringis menahan sakitnya lututku. Kesal juga dapet lawan main yang pake acara main kasar, habislah lututku dihantam sepatu basket.

“Kuat maen lagi gak lo??” tanya Dewa. Aku mengangguk mantap dan berjalan masuk ke lapangan dengan terpincang-pincang.

“Lo kalo mau bales, jangan sampe ketauan wasit!” bisik Inggar. Idiot. Lagi tanding sempet-sempetnya ngomongin bales dendam.

Gaada waktu buat ngelirik Allura, permainan ini bertempo cepat, meleng dikit bisa kebobolan. Aku menerima lemparan Dewa dan terus men-dribble bola basket mendekati ring lawan dan men-shoot-nya. Masuk. Riuh-rendah tepuk tangan dan sorakan-sorakan terdengar ramai. Aku tersenyum singkat melihat sosok itu berdiri dan bertepuk tangan sambil mengacungkan jempolnya padaku.

***
Pertandingan berakhir dengan kemenangan pada timku. Puas. Walau tanpa Ferdi… kita tetep bisa menang kan??

“Lo bener, Ver. Tanpa Ferdi juga kita bisa menang, makasih ya bro!” ucap Dewa sambil menerima air mineral yang disodorkan oleh Vanya, pacarnya.

“Sip lah, Wa. Gue…-”

“Enggak usah dilanjutin, gue udah tahu. Go, now! Tembak sekalian!” seru Dewa. Aku tersenyum simpul dan berlari kecil menghampiri Allura yang tengah celingak-celinguk kebingungan.

***
“Cieee… selamat ya selamaaattt!” ucap Allura. Aku tersenyum lebar dan mengacak rambut Allura.

“Ehehe… makasiihh yaa Luurr! Makasih juga udah mau dateng kesini.” jawabku. Allura hanya tersenyum. “Lo kok enggak so sweet banget sih, Lur?? Kasih minum kek, haus tau!” sambungku. Allura menyerahkan satu botol air mineral padaku dengan kasar.

“Nih! Manja banget!” Aku tertawa kecil dan menerimanya.

“Oh iya, Lur. Maaf ya gue gak bisa nepatin janji sama lo.” sahutku sambil meletakan botol air.

“Maaf? Janji??”

“Tentang cedera. Emang enggak berarti, sih… tapi ya lumayan kalo bikin pincang mah.” Allura tersenyum. Aku terdiam, senyum itu selalu berhasil membuatku melting.

Beberapa menit setelahnya terjadi keheningan yang panjang. Tak satupun dari kami yang berbicara, tidak aku atau Allura.

“Em… Lur, ikut gue yuk!” ucapku membuka pembicaraan. Aku menjulurkan tanganku padanya dan Allura menyambutnya.

“Kemana?” Aku tidak menjawab dan menuntun Allura ke tengah-tengah lapangan basket. “Avery, mau ngapain di tengah-tengah?? Kayak orang gila tau enggak?” Aku mengabaikan ucapan Allura.

“Boleh pinjem tangan kamu yang satu lagi?” tanyaku. Allura mengangguk kecil. Aku menggandeng dua tangannya dan menatap matanya dalam-dalam.

“Ver, disini rame kaliii… ngapain disinii??! Malu tauu!!” bisik Allura.

“Malu? Peluk aku aja kalo malu.” candaku. Aku menggenggam tangan Allura erat, telapak tangannya basah. Grogi? Harusnya aku.

“Lur, aku serius….” ucapku sambil memandang matanya.

“Ya udah kalo serius itu cepetan!” omel Allura. Aku tertawa kecil.

“Lur… gue sayang sama lo dan gue enggak bisa mungkirin kalo sayangnya bukan sekedar karena lo sahabat gue. Gue sayang lo… tulus, Lur. Lo mau enggak jadi cewek gue?” sambungku dengan suara lantang. Anggota timku yang penasaran dengan apa yang kulakukan di tengah lapangan mendekat sedangkan para penonton yang penasaran hanya bisa bertanya-tanya ‘ada apa?’ atau naik ke atas bangku dan berusaha melihat apa yang terjadi. Walaupun suaraku pasti terdengar jelas oleh mereka. Allura menghela nafas panjang, tatapannya berpindah ke kanan dan ke kiri tapi tangannya tetap tidak lepas dari jemariku.

“Terima Lur…! Avery jelas sayang sama lo udah lama… dia enggak mungkin nyakitin lo kayak Ferdi!” seru Inggar.

“Terima Lur! Avery itu udah lama sayang sama lo, Lur!” sahut Dewa. Allura menunduk dan mengangkat kepalanya lalu menunduk dan mengangkat lagi kepalanya.

“Aku harus jawab sekarang??” tanyanya kemudian. Aku mengangguk.

“Harus.” Allura mengangguk pelan. “APAAN JAWABANNYA??” seru Avery.

“Iya aku juga sayang sama kamu.” ucap Allura. Aku tersenyum senang.

“Aku sayang sama kamu, kamu sayang sama aku. Terus…?? Kamu mau enggak jadi pacar aku??” tanyaku lagi.

“Iya….” jawab Allura. Sorak-sorai teman-teman timku dan beberapa penonton mulai terdengar. Senyumku mengembang dan tanpa sadar aku memeluk Allura erat, lupa akan rasa sakit di lututku itu.

“Maafin aku gara-gara waktu itu cerita tentang Ferdi terus ke kamu ya, Ver!” bisik Allura di telingaku. Aku tersenyum pendek.

“Aku maafin, sayang!” tanggapku sambil merangkul Allura yang memasang tampang aneh ketika mendengar ucapanku.

Karena setiap hal pasti kembali seperti bagaimana mestinyaJ

 ***

Waaa.... Ini cerbung dikerjainnya lama gara-gara angot-angotaaannn dan jadinya juga cuma 'so so' maaf yoo kalo enggak seru-seru amat. Lagi dicoba biar lebih baik lagiii... makasii udah dibaca :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I Need You

Alhamdulillaaahhh! :D  Gatau lagi mau ngomong apa, selama di Jawa kemaren... gue dapet surprise yang bener-bener surprise. Oke, ngeliat hasil kerjaan kita itu emang perasaan paling nyenengin, paling, paling, paling nyenengin :')  Jadi, ceritanya... pas gue di Jawa kemaren, ada yang nelpon gue... mungkin pak pos atau siapa, nanya rumah gue yang mana, terus nanya lagi kok rumahnya sepi dan akhirnya dia bilang kalo dia nganter paket dari mizan dan dia nanya harus dia titip di mana paket itu. Jadilah paket itu anteng-anteng di rumah tante gue yang emang deket dari rumah.  Gue udah sama sekali enggak mau ngapa-ngapain lagi, mau pulang, mau ke Jakarta, mau buka paketnya, mau baca buku sendiri :))  Dan akhirnyaaa... gue sampe rumah! Langsung ke rumah tante buat ngambil paket yang sudah terbuka dan bukunya tinggal tiga karena emang gue bagi sodara gue satu-satu. Padahal, gue nungguin momen pas ngambil paketnya dari pak pos, tapi ternyata enggak bisa. Ya sudahl...

Little Star, You Shine! - Kau Berkilau. Tinggi, Tapi Sendirian...

Tadinya, udah berniat post "Dec." itu sebagai post terakhir di tahun ini, tapi, ternyata... seorang Fiona baru mendapat kado akhir tahun yang sangat indah tepat di tanggal 26 Desember kemarin.  Alhamdulillah. Speechless.  Buku kedua yang judulnya 'Little Star, You Shine!' terbit lebih cepat dari yang dijadwalkan. Waktu itu sempet nanya sama Kak Andika, katanya paling cepet terbit itu awal tahun 2015, makanya sama sekali enggak kepikiran bakal dapet paket bukti terbit di bulan ini.  Tapi... tapi...  Buku kedua ini cantik luar biasaaa :D  Sukaaaaa sekali sama covernyaaaaa :3 Langsung aja yaaa...  Ini iniiii.... YAP! Itu diaaaaaaa :')  Sinopsis ya biar makin banyak yang niat beli dan beli bukunyaaaa~~  Nih  Menjadi diriku enggak gampang. Jangan sekali-kali kamu hanya melihat gemerlap dunia entertainment yang kugeluti saja. Jangan pula kamu berpikir bahwa semua tampak lebih mudah jika menjadi seleb...

That's Just How The World Works

Someday, i think my life is a whole mess. The other day, i think my life is a blessed. Someday, i think myself is not more than just a garbage. The other day, i think myself is amazing af. Someday, i think life is so cruel. No one wants to be my friend. Nothing works well as i expected it to be. Nothing run well in my life. I complained too much about it. I spent time stressing over it. I'm busy doing every single things except my responsibilities. I'm talking too much about how cruel this life to me. But, then, when my mind is clear enough to think, i realized that's just how the world works. It's not life that did dirty to me. Everything that happens in my life is just how the world works. I should not complain too much about how my life goes on. I should learn how to overcome life to survive. Not everything went well so that i can learn from the failure. Not everyone can help me anytime so that i know i have to do most things by myself. I know that i have to do what ...